MENELADANI SEMANGAT IBNU ABBAS DALAM MENUNTUT ILMU
ilmanafia
Sabtu, September 21, 2019
0 Comments
“aku telah merendahkan diriku
sebagai pencari ilmu, sekarang aku menjadi mulia sebagai orang dicari ilmunya.”
Dalam menuntut ilu, mari kita
belajar pada semangat Ibnu Abbas.
Beberapa waktu setelah Rasulullah
wafat, demikian Ibnu Abbas memulai ceritanya,
”suatu ketika aku ingin menemui
seorang sahabat untuk urusan agaman. Kebetulan saat aku hendak masuk rumahnya,
ia sedang tidur. Maka kuhamparkan kain untuk duduk sambal menunggu di depan rumahnya
sehingga muka dan tubuhku kotor oleh debu dan pasir. Meski demikian, aku setia
duduk menunggu di pintu rumahnya. Setelah ia bangun, aku bertanya kepadanya
mengenai masalah yang terjadi dan mengenai maksud kedatanganku.”
Sahabat ini berkata, “Engkau adalah
keponakan Rasulullah, mengapa engkau sampai hati menyusahkan diri, mengapa
engkau tidak memanggilku saja?”
Kujawab, “ aku sedang menuntut ilmu,
jadi akula yang wajib mendatangimu. Sebab ilmu itu didatangi, bukan didatangi”
Sementara di tempat lain, salah
seorang sahabat setelah akulah yang wajib mendatangimu. Sebab ilmu itu
didatangi, bukan mendatangi”
“cukup lama,” jawabku.
“engkau telah berbuat sesuatu yang
tidak layak, mengapa tidak memberitahu sebelumnya?”
“aku tidak ingin hajatmu tertunda karena
kepentinganku,” jawabku.
Ibnu Abbas bermaksud hendak
menenangkan tuan rumah. Dan betapa sikap ini menunjukkan kalua keponakan
Rasulullah ini sangat merendahkan hatinya dalam menuntut ilmu dan sangat
menghargai kedudukan guru.
Ibnu Abbas bukan jenis manusia yang
hanya bicara tanpa berbuat, atau yang melarang sementara dia sendiri
melakukannya. Ia selain berilmu tinggi juga ahli ibadah. Ia dikenal ahli puasa
dan suka shalat malam. Hal ini pernah diceritakan oleh Abdullah bin Malikah
ketika ia menemani Ibnu Abbas dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah. “Bila
kami istirahat di suatu rumah, dia akan bangun di sebagian malam sementara
orang-orang tidur kepayahan.”
Ibnu abbas dikenal memilki wajah
yang rupawan dan wajah cerah yang selalu menangis di tengah malam karena takut
kepada Allah, sampai-sampai air matanya yang tumpah membekas di pipinya yang
masih belia. Ia telah mencapai puncak spiritual.
Dalam usia 17 tahun Abdullah bin
Abbas telah memenuhi dunia dengan ilmu, paham, hikmah dan ketaqwaan. Ibnu Abbas
dikenal dengan gelar Turjuman Al-Qur’an (penafsir Al-Qur’an), Habrul Ummah
(guru umat), dan Ra’isul mufassirin (pemimpin para mufassir).
“penafsir Al-Qur’an terbaik adalah
Ibnu Abbas,” kata Ibnu Mas’ud.
“Ibnu Abbas dijuluki dengan Al-Bahr
(lautan) karena keluasan ilmu yang dimilikinya,” kata Mujahid.
Akhwatii….
Marilah kita meneladani sifat Ibnu Abbas dalam menuntut
ilmu, beliau sangat merendhkan hati untuk mendapatkan ilmu dari seorang guru,
Ibnu Abbas adalah contoh ideal tentang itu. Tindak tanduk, pengorbanan, dan
kesungguhannya patut ditiru. Usaha dan semangat yang begitu besar serta adab
yang dijunjung tinggi menjadikan ilmu yang didapatkan membawa keberkahan dalam
hidupnya. Menjadi seorang yang’alim dan taat kepada Allah SWT.
العلم نور ونور الله
لا يهدى للعاصى