Apakah kalian masih
ingat dengan nama di atas? Tidak asing dalam pendengaran tentang nama Siti
Masyitoh, seorang wanita mulia yang sangat teguh keimanannya dalam menghadapi
cobaan yang sangat besar dari Fir’aun. Ia wanita yang mempertahankan imannya
dan mengorbankan hidupnya serta keluarganya. Tidak terguncang oleh godaan dan
ancaman manusia. Sebelum kita menkaji lebih dalam tentang hikmah yang
terkandung dalam kisah Siti Masyitoh ini, maka mari kita simak cerita singkat
berikut.
“Apa! Di dalam
kerajaanku sendiri ada pengikut Musa?” teriak Fir’aun dengan amarah yang
membara setelah mendengar cerita putrinya perihal keimanan Siti Masyitoh. Hal
ini bermula ketika suatu hari Siti Masyitoh sedang menyisir rambut putri
Fir’aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh, seketika Siti Masyitoh mengucap
Astaghfirullah. Sehingga terbongkarlah keimanan Siti Masyitoh yang selama ini
di sembunyikannya. “Baru saja aku menerima laporan dari Hamman, menteriku,
bahwa pengikut Musa terus bertambah setiap hari. Kini pelayanku sendiri ada
yang memeluk agama yang dibawa Musa. Kurang ajar si Siti Masyitoh itu,” umpat Fir’aun. ”Panggil Masyitoh
kemari,” perintah Fir’aun pada pengawalnya. Masyitoh dating menghadap Fir’aun
dengan tenang. Tidak ada secuilpun perasaan takut di hatinya. Ia yakin Allah
yakin senantiasa menyertinya. “Masyitoh,
apakah benar telah memeluk agama yang
dibawa Musa?”. Tanya Fir’aun pada Siti
Masyitoh dengan amarah yan semakin meledak. “benar,” jawab Siti Masyitoh
mantap. “kamu tahu akbiatya? Kamu sekeluarga saya akan bunuh,“ bentak Fir’aun,
telunjuknya mengarah pada Siti Masyitoh. “Saya memutuskan untuk agama Allah,”
maka saya telah siap pula menangung segala akibatnya, “Masyitoh, apa yang kamu
sudah gila! Kamu tidak saying dengan nyawamu suamimu dan anak-anakmu?” ia memilih
lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.
Melihat sikap Siti
Masyitoh yang tetap teguh memegang keimanannya, Fir’aun memrintahkan kepada
para pengawalnya agar menghadapkan semua keluarga Siti Masyitoh kepadanya.
“Siapkan belanga besar, isi dengan air dan masak hingga mendidih!” perintah
Fir’aun lagi. Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, fir’aun
memulai pengadilannya. “Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu
dan keluargamu akan aku rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan
agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak
saying dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah
kamu tidak kasihan padanya?” mendengar kalimat itu Siti Masyitoh sempat bimbang.
Tidak ada yang dikhawatirkannya dengan dirinya, suami dan anak-anaknya yang
lain, selain anak bungsunya yang masih bayi. Naluri keibuannya muncul.
Ditatapnya bayi mungil dalam gendongannya. “yakinlah Masyitoh, Allah pastinya
menyertaimu.” Sisi batinnya yang lain mengucap.
Ketika itu, terjadilah
sesuatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu berbicara kepada ibunya, “ibu,
janganlah engkau bimbang. Yakinlah dengan janji Allah.” Melihat bayinya dapat
berkata-kata dengan fasih, menjadi teguhlah iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal
ini merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkannya. Allah pun membuktikan
janjyi-Nya pada hamba-hamba-Nya yang memegang teguh (istiqamah) keimanannya.
Ketika Siti Masyitoh dan keluarganya dilemparkan satu persatu pada belanga itu,
Allah telah terlebih dahulu mencabut nyawa mereka, sehingga tidak merasakan
panasnya air dalam belanga itu. Demikianlah kisah seorang wanita shalihah
bernama Siti Masyitoh, yang tetap teguh memgang keimanannya walaupun dihadapkan
pada bahaya yang akan merenggot nyawanya dan keluarganya.
Maka jelas akhwati…
Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya selagi hamba itu tidak
meninggalkan Agama Allah. Janji Allah yang diberikan akan selalu terpenuhi,
hanya saja Allah memberi waktu yang berbeda akan selalu terpenuhi, hanya saja
Allah memberi waktu yang berbeda untuk menguji keimannan hamba-Nya, bisa saja
Allah menepati janji-Nya dimasa ia hidup atau sebaliknya dimasa ia mati. Maka
kita sebagai seorang hamba hendaknya memegang teguh keimanan sampai akhir hayat.
Karena tidak lain dan
tidak bukan, dunia ini adalah cobaan yang akan berakhir pada masanya, dan kita
sebagai muslimah dan mu’minah harus cerdas dalam menyikapi hal-hal mencakup
segala aspek, baik itu aspek duniawi maupun ukhrowi, jangan sampai kita terjerumus
ke dalam aspek duniawi dan meninggalkan aspek lainnya. Janji Allah adalah benar
dan ridho. Allah hanya bersama orang-orang yang berserah diri kepada-Nya, hal
ini dikuatkan dengan ayat Al-Qur’an surat Lukman ayat 22:
Artinya: “dan barang
siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang orang yang berbuat kebaikan,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya
kepada Allahlah kesudahan segala urusan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar